Sering Terganggu Suara Bising, tetapi Tetap Banyak Pengunjung
Umumnya, perpustakaan berdiri di tempat yang sepi dan bebas dari kebisingan. Namun di perpustakaan Mojosari, Kabupaten Mojokerto justru berdiri di tengah ingar-bingar pasar tradisional. Bagaimanakah kondisi perpustakaan tersebut?
AIRLANGGA, Mojosari
---
SEPERTI hari-hari biasa, suasana Pasar Mojosari pagi itu sangat padat. Hilir mudik para pengunjung pasar datang silih berganti. Raungan suara knalpot motor pun sesekali terdengar jelas.
Suasana penjajakan barang pun bagai senandung khas yang menghiasi udara di sekitarnya, ditambah dengan suara saling tawar antar pedagang-pembeli yang menambah riuh-rendah suasana pasar itu. Betapa tidak, para petani dari pelosok kampung sedang melakoni pencarian hidup dengan berdagang.
Ditengah-tengah hiruk-pikuk suasana pasar yang selalu ramai, berdiri sebuah bangunan berukuran 6x6 meter yang berdiri sekitar sepuluh meter dari pintu masuk pasar.
Tampak empat petugas perpustakaan berseragam dinas dengan warna khas coklat keki tampak duduk di sebelah pintu masuk. Empat orang pengunjung saat itu juga nampak serius membaca buku salah satu koleksi perpustakaan.
Salah satunya adalah Hendri yang serius membaca buku tentang perjuangan bangsa. Pemuda berusia 22 tahun ini membaca dengan tenang meskipun suara bising khas suasana pasar terdengar dari balik tembok ruangan. Tatapannya terus terpaku pada buku setebal 120 halaman yang dipegangnya. ''Saya sudah biasa datang dan membaca di sini, jadi tidak terganggu suara bising pasar,'' terangnya usai membaca satu buah buku.
Warga Desa Belahan Tengah, Kecamatan Mojosari ini setiap paginya memang selalu meyempatkan diri mendatangi perpustakaan sebelum berjualan di kios kelontong milik orang tuanya di dalam pasar. ''Kadang kalau hari Minggu saya berada di sini sampai siang karena saat itu saya tidak berjualan,'' ujarnya.
Berbeda dengan Hendri, Arifin, 19, pengunjung lainnya terang-terangan terganggu jika membaca dalam suasana bising. ''Kalau yang saya baca buku-buku berat memang susah konsentrasi, tapi saya kesini hanya membaca koran jadi tidak masalah dengan suara bising,'' ungkapnya.
Pustakawan setempat, Nurhudi mengungkapkan, bangunan perpustakaan ini sendiri sudah lama berdiri di tengah-tengah pasar tradisional. ''Kalau tidak salah pindah kesini sejak tahun 1997, itu pun bangunannya belum sebesar ini,'' ujar warga Desa Madurekso, Kecamatan Dawar Blandong ini.
Sebelum pindah ke Pasar Mojosari, perpustakaan yang berdiri tahun 1981 ini dulunya berada di kantor kecamatan dibawah dinas informasi dan komunikasi (Infokom). ''Pada tahun 1997 berdiri sendiri tapi tahun 2000 sampai 2001 dibawah dinas informasi, terus pindah lagi dibawah Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi. Keberadaannya memang berpindah-pindah dinas,'' ujarnya.
Setiap harinya, kata dia, rata-rata pengunjung bisa mencapai 15 sampai 20 orang. ''Ada yang datang untuk meminjam, ada pula yang datang hanya membaca koran ataupun buku-buku. Tapi ada juga yang sekadar mampir,'' ungkapnya.
Rata-rata pengunjung adalah para siswa mulai SD, SMP, dan SMA. ''Ada pula mahasiswa perguruan tinggi yang datang mencari referensi bahan skripsi mereka di sini,'' terang Nurhudi. Selain kalangan pelajar, perpustakaan ini sendiri juga banyak dikunjungi dari kalangan umum.
Dari catatan Nurhudi, perpustakaan ini memiliki kurang lebih 5286 anggota yang tersebar di Kabupaten Mojokerto. Namun, hanya sekitar 1500 saja yang aktif menyewa buku bacaan dan berkunjung ke perpustakaan.
Buku-buku koleksi yang dimiliki perpustakaan ini juga beragam mulai fiksi, kesusasteraan, geografi dan berbagai macam buku ilmu pengetahuan. Total ada 10.956 buku dan 6600 judul buku yang dikoleksi di perpustakaan favorit pengunjung pasar ini.
Rata-rata buku yang dikoleksinya adalah pemberian dari Perbendaharaan Umum Provinsi, Pemkab Mojokerto dan sumbangan dari Universitas Brawijaya Malang. Untuk buku tertua yang dikoleksi perpustakaan ini adalah buku karangan Soekarno berjudul Dibawah Bendera Revolusi buatan tahun 1963 yang disimpan di dalam lemari khusus.
Nurhudi sendiri tidak mengetahui pasti mengapa dipilih pasar tradisional sebagai tempat berdirinya perpustakaan. ''Memang terkadang terganggu juga dengan suara bising. Apalagi banyak motor yang lalu lalang didepan pintu perpustakaan. Tapi enaknya banyak pengunjung yang datang kesini karena pasar merupakan tempat strategis juga lantaran banyak orang yang datang,'' ungkapnya.
Nurhudi sendiri adalah satu dari dua pustakawan yang ada di Kabupaten Mojokerto. ''Saya mulai menjadi pustakawan sejak tahun 1999 dan diangkat sebagai PNS tahun 2000,'' ujarnya. Namun dia mengatakan meski berstatus sebagai pustakawan, Nurhudi tidak bisa bekerja secara fungsional. Sehari-harinya dia hanya bekerja sebagai staf biasa di perpustakaan Mojosari.
Sumber : Radar Mojokerto