Sejak 13 tahun silam, pesantren yang berdiri pada 1885 dan sekarang diasuh KH Aziz Mansyur tersebut mengembangkan sejumlah terobosan.
ROJIFUL MAMDUH, Jombang
-------------------------------------------
SEBAGAIMANA saat didirikan oleh Kiai Alwy 124 tahun silam, PP Tarbiyatun Nasyiin sampai kini masih tetap fokus pada pengembangan ilmu-ilmu agama yang bersumber pada kitab kuning. Pesantren memiliki 12 jenjang pendidikan mulai ibtida sampai aliyah yang seluruh materi ajarnya bersumber pada kitab kuning. Sehingga praktis para santri lulusannya hanya mengantongi ijazah pesantren.
''Ijazah pesantren hanya bentuk pengakuan bahwa santri pernah mondok dan memiliki sejumlah kemampuan yang diajarkan disini. Jadi ijazah tidak untuk mencari kerja,'' terang KH Aziz Mansyur, pengasuh ponpes setempat Meski demikian, para santrinya tetap dapat melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi apabila berminat. Lantaran pesantren telah menyediakan program paket B dan C yang memungkinkan para santri mendapatkan ijazah setingkat SMP dan SMA.
Fokus pada pendidikan klasik, bukan berarti para santri tidak dibekali ketrampilan yang akan menjadi modal menjalani hidup ditengah masyarakat. Bahkan pesantren ini sangat menekankan pendidikan ketrampilan yang nantinya bisa menjadi wahana bagi para santri untuk menghidupi diri saat keluar dari pesantren. ''Para santri kita didik agar nantinya menjadi orang yang mandiri secara ekonomi. Mereka bisa berdakwah tanpa meminta-minta dan bergantung pada orang lain,'' ungkapnya. Bekal ketrampilan ekonomi tersebut akan menopang perjuangan para santri di lingkungan masing-masing.
Tak heran jika selain mengaji, para santri juga diajarkan untuk menggeluti sejumlah bidang perekenomian. Mulai pertanian, peternakan hingga jual beli dan keuangan. ''Sejak 1996, kita memang bekerjasama dengan pemerintah untuk sejumlah program pengembangan perekonomian,'' terangnya.
Semisal hidroponik, yakni penanaman aneka sayur mayur dipekarangan rumah. Peternakan sapi dan kambing, pertanian sawah dan tegal serta pembuatan pupuk organik. Pupuk tersebut ada yang dibuat dari teletong (kotoran sapi/kambing,Red) maupun urine (air kencing sapi/kambing,Red). Jumlah sapid an kambing yang diternak bahkan sempat mencapai puluhan. ''Sapinya pernah sampai 60,'' ungkapnya.
Yang terbaru, para santri mampu memproduksi susu dari kambing etawa. Harga untuk susu kambing etawa cair dijual seharga Rp 25 ribu perliter. Sedangkan susu etawa bubuk Rp 40 ribu per kilogram. ''Susu kambing etawa banyak faedahnya. Hanya tidak boleh diminum orang yang darah tinggi,'' jelasnya.
Selain itu, pesantrennya juga mulai memproduksi jamur dari bubuk gergajian/dedek. Awalnya jamur dibuat dalam 100 kelongsong yang masing-masing tiap dua harinya menghasilkan 5 kg. Harga perkilogram jamur tersebut senilai Rp 18 ribu. Biaya produksi perkilogram rata-rata Rp 10 ribu.
Para santri juga diajarkan membuat bibit aneka sayuran dan tanaman lain dalam poly bag.
Bukan hanya itu, mereka juga dibekali ketrampilan menjahit dan dipersilahkan membawa mesin jahitnya pulang ke kampong halaman jika sudah mahir.
Sejak 2005, pesantren juga mendirikan lembaga keuangan BMT Sunduqul Maal As-Syariah. ''Awalnya saya beri modal Rp 40 juta. Sekarang perputaran perharinya bisa mencapai Rp 200 sampai Rp 300 juta,'' bebernya.
Sejak beberapa tahun silam, pihaknya juga mendirikan toko As-Salam. ''Para santri kita magangkan selama 6 bulan sampai 1 tahun, setelah menguasai, kita ganti santri lain,'' urainya. Agar para santri semuanya memperoleh ketrampilan ekonomi.
''Dengan begitu saya bisa mengajar orang kampung tanpa harus datang. Karena setelah kembali ke asalnya, para santri sebagian besar menjadi guru, bukan hanya dalam hal agama tapi juga soal pertanian dan ekonomi di kampungnya,'' ulasnya.
KH Aziz Mansyur merupakan generasi keempat pesantren Tarbiyatun Nasyiin. Setelah KH Mansyur, KA Anwar dan sang pendiri KH Alwi yang merupakan salah satu pengikut pangeran Diponegoro yang lari ke Pacul Gowang setelah Diponegoro dibunuh dan Belanda hendak menghabisi semua pengikutnya
Sumber : Jawa Pos