Klub sepeda tidak hanya milik kawula muda. Tetapi juga para manula yang tergabung dalam Gatoel Cycling Club Mojokerto (GCCM).
ROJIFUL MAMDUH, Mojokerto
--------------------------
USIA Gogor Udojo sudah tidak muda lagi. Bapak lima anak ini telah dikarunia delapan orang cucu. Tapi untuk urusan sepeda, kakek kelahiran 16 November 1942 tidak kalah dengan ABG yang berusia 17 tahun.
Sejumlah daerah telah dijelajahinya dengan sepeda. Baik itu medan dataran, tanjakan maupun pegunungan. Sebagaimana yang dia lakukan bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam GCCM dalam rangka peringatan HUT ke-64 Kemerdekaan RI pekan lalu.
Bersama 16 sejawatnya, dia melakukan touring ke Gunung Kelud Blitar. Total jarak yang dia tempuh mencapai 200 kilometer. Dia berangkat dari Mojokerto Sabtu (15/8) pagi, dan sampai di lokasi sore hari. ''Kita berangkat pukul 07.00 dan sampai pukul 16.00,'' ungkapnya. Mereka sempat menginap semalam di kawasan Kelud.
Baru keesokan harinya mereka mengayuh pedal lagi untuk kembali ke Mojokerto. ''Pulangnya lebih cepat karena banyak turunan, jadi lima sudah sampai,'' tuturnya. Mereka berangkat dari Kelud pukul 07.00 dan tiba di Mojokerto pukul 12.00.
Touring semacam itu bukan kali pertama dia lakukan. Sebelumnya, dia juga pernah melakukan perjalanan yang tidak kalah jauh. ''Yang paling jauh ada dua. Yakni waktu ke Tanjung Kodok Lamongan dan Bendungan Selorejo Malang,'' urainya.
Dirinya mengaku kuat melakukan semua itu karena sudah terbiasa. Setiap pekan semua anggota GCCM selalu latihan rutin. Jadwal latihannya setiap Sabtu pagi mulai pukul 06.00 sampai siang. ''Rutin latihan biasanya ke Mantup Lamongan, Krian juga Pacet,'' ungkapnya. Jarak tempuh pulang-pergi dalam kisaran 50 sampai 60 kilometer.
''Kita bisa bukan karena kuat, tapi karena rutin dan sudah biasa,'' urai pensiunan pegawai Kantor Perpajakan yang sekarang berusia 67 ini. Rata-rata anggota GCCM merupakan pensiunan. Banyak diantara mereka bahkan telah berkepala enam. Semisal Djumian,69, Agus Sunyoto,69, Rahardjo,66, dan Yasono,64.
GCCM dia dirikan sejak enam tahun silam. Setelah banyak tetangga yang minat dengan olahraga sepeda. ''Mulanya saya sendirian. Setelah pensiun memang kerap sepedaan tapi waktunya tidak teratur,'' jelasnya. Jarak tempuhnya juga dekat. Hanya seputar Mojokerto.
Tetapi lama kelamaan, tetangga satu RT banyak yang ikut. Demikian pula dengan warga lainnya yang dari luar kelurahan. ''Setelah kita bentuk klub anggotanya malah banyak. Tapi ya ada yang keluar juga, karena kita pakai tata tertib dan harus disiplin,'' terangnya,
Diantara tata tertib tersebut adalah adanya sanksi untuk anggota yang tidak latihan dan membayar iuran bulanan senilai Rp 10 ribu selama enam kali berturut-turut. Meski menurutnya, aturan tersebut tidak kaku. Lantaran anggotanya memang sangat beragam. Ada pensiunan pejabat, bos dan karyawan biasa.
''Yang tidak bisa ditolerir adalah aturan soal kebersamaan. Jika ada fun bike dan klub turun, maka anggota tidak boleh turun sendiri-sendiri,'' terangnya. Jika tetap ada anggota yang turun sendiri, maka resikonya adalah di keluarkan dari klub. ''Sudah ada dua anggota yang kita keluarkan,'' tegasnya.
Dia selalu mengutamakan motto klub dalam menjalankan roda organisasi. Yakni kesehatan, kebersamaan dan keselamatan. Khusus untuk poin keselamatan, pihaknya juga esktra memperhatikan. Untuk itu pihaknya menyiapkan satu mekanik yang selalu mendampingi dengan mobil saat touring. Serta selalu mendampingi dan mengawal anggota baru saat di jalan. dia juga mewajibkan anggota memakai helm saat di jalan.
''Semua anggota harus bersama saat pulang dan pergi,'' tandasnya. Sehingga meski perjalanan terpaut jauh, rombongan terdepan selalu menunggu dititik tertentu. Apabila ada anggota yang berhenti atau kembali tidak sama-sama tanpa izin, pihaknya juga memberikan sanksi. ''Itu demi kebersamaan dan keselamatan bersama,'' urainya.
Ada pengalaman menegangkan yang dialaminya kala melakukan touring. Yakni saat melakukan perjalanan ke wisata air panas Pacet di musim hujan. ''Saat pulang tiba-tiba gerimis, rem tidak bisa menyengkeram penuh. Meski sudah di rem roda tetap berjalan karena menuruni tanjakan. Rombongan sempat panic, tapi untuk masih bisa selamat,'' ungkapnya.
Sejak itu pihaknya selalu menggunakan perlengkapan sepeda yang stadar. Termasuk untuk karet rem. ''Ada karet rem yang Rp 10 ribu. Tapi ada juga yang Rp 35 ribu sampai Rp 80 ribu. Untuk medan tanjakan kita pakai karet rem minimal yang Rp 50 ribu,'' urainya.
Sejak itu pula dirinya selalu melakukan perawatan dan pengecekan semua perlengkapan sepeda secara periodik. Termasuk pada saat bulan puasa seperti ini. ''Saat puasa kita libur latihan. Tapi tetap rutin cek kondisi sepeda. Agar sewaktu-waktu digunakan tidak bermasalah,'' ucapnya saat ditemui di kediamannya Jl Tarakan No 3 Perum Gatoel Kota Mojokerto kemarin.
Sumber : Jawa Pos