07.05
0
Pengetahuan tentang tanaman yang dimiliki membuat Ngadirin, 62, pengabdi lingkungan asal Gunung Gedangan kreatif. Dia berhasil memodifikasi tanaman, terutama buah-buahan. Mulai dari menempel hingga menyambung.
ABI MUKHLISIN, Mojokerto

---

LALU-lintas Jl By Pass yang memisahkan Kelurahan Gunung Gedangan dan Sekar Putih di Kecamatan Magersari Kota Mojokerto sangat ramai. Kendaraan roda dua hingga delapan silih berganti melintas. Saking ramainya, untuk menyeberang terasa sangat sulit. Agar bisa selamat, penyeberang dituntut sabar menunggu kendaraan sepi.

Di sebelah timur Jl By Pass, tepatnya di Sekar Putih Ngadirin berada. Pria kelahiran Mojokerto 10 Januari 1947 itu sedang beraktivitas di tempatnya menjajakan berbagai bibit tanaman. Salah satunya adalah bibit jati emas. Tak heran, kalau di tempatnya itu berjajar rapi ratusan bibit jati tersebut.

Menginjakkan kaki di areal itu, terik matahari yang sebelumnya menusuk kulit, langsung hilang. Rindangnya pepohonan menahan sinar matahari yang menunju bumi. ''Yang mengelola ini Pak Ngadirin. Orangnya di belakang,'' ungkap seorang pria yang ternyata teman Ngadirin.

Tak lama menunggu, muncul dari balik rerimbunan tanaman, seorang pria tua. Namun, dari jalannya, pria yang akrab dipanggil Mbah itu tetap tegap. ''Ini tadi ngarit. Ada kambing satu ekor,'' katanya membuka pembicaraan.

Selain jalannya yang tegap, suaranya juga lantang. Maklum, dia adalah purnawirawan Marinir. Setelah lepas dari kedinasan, dia langsung mengabdikan diri kepada lingkungan. Hingga akhirnya beberapa tahun lalu, Ngadirin ditetapkan sebagai pengabdi lingkungan. ''Saat itu, tahun 1990 oleh wali kota,'' ungkapnya yang ternyata juga mantan kepala desa (kades) Gunung Gedangan.

Mengenakan kaos dengan celana pendek, Ngadirin menuju tempat bibit jati emas. Dia menunjukkan bibit-bibit tersebut. ''Kalau bibit jati emas sekarang sepi. Tidak banyak pembeli. Kalau musim penghujan baru ramai,'' katanya.

Biasanya, kalau sudah musim penghujan dia banyak menerima pesanan.

Dia pernah mendapat pesanan hingga 12 ribu. Pesanan itu dikirim ke Medan untuk penghijaun. ''Hujan sekali dua kali biasanya langsung ramai,'' katanya.

Sedangkan, bibit jati emas itu diperoleh dari Kediri dan Ngawi. Selain bibit jati emas, dia juga menyediakan bibit tanaman lain, termasuk bunga. Setiap hari, dia merawat tanamannya tersebut. Agar mempunyai kualitas bagus, dia merawatnya sungguh-sungguh. ''Terus disirami, biar cepat laku,'' katanya sembari tertawa.

Di balik itu, Ngadirin mempunyai kebiasaan tertentu yang hasilnya bisa dirasakan langsung masyarakat. Iya, dia paling tidak bisa melihat sejengkal tanah dan setetes air tanpa kehidupan. Tangannya selalu tergerak untuk menanami sesuatu di areal tersebut. ''Saya sudah terpanggil untuk peduli dengan alam ini sejak masih dalam tugas Marinir,'' ujarnya.

Purna dari tugasnya, dia sempat bekerja menjadi satpam. Tak hanya menjalankan tugasnya, Ngadirin tetap melakukan aktivitas yang sudah menjadi panggilan hatinya. Dia aktif menanam pohon. ''Sekarang, pohon-pohon itu sudah besar,'' katanya yang mengaku sering diajak rombongan ibu-ibu PKK untuk mengunjungi lokasi penghijauan.

Seiring itu, dia yang aktif belajar seputar tanaman berusaha mengembangkan sendiri. Tanaman satu dengan lain berusaha digabungkan. Ada yang ditempel, ada pula yang disambung. ''Saya pernah menempel mangga. Satu pohon mangga, saya tempeli berbagai jenis mangga. Sudah pernah berbuah dan macam-macam,'' katanya.

Tak hanya satu jenis, tanaman yang menurutnya satu rumpun juga pernah dilakukan. Yaitu, pohon juwet dengan jambu air. Pohonnya juwet ditempeli jambu air. ''Ini juga sudah pernah berbuah. Ya buahnya juwet dengan jambu air,'' ujarnya sambil menunjukkan pohon dimaksud. Ngadirin juga menunjukkan hasil penyambungan tanaman. ''Saya menyambung pohon jarak dengan dianova. Ini tumbuh,'' katanya yang berniat terus mengembangkan kreasinya tersebut.

Sumber : Jawa Pos