08.56
0
Mojokerto-(satujurnal.com)
Kalangan DPRD Kota Mojokerto menyatakan bakal menghadang laju Dewan Riset Daerah (DRD) jika Pemkot menganggarkan honorarium anggota lembaga itu dari uang negara.

���Kita perbolehkan tetap ada DRD, kalau honornya tidak menyedot uang negara. Tapi kalau sampai menggunakan uang negara, kami akan mencoret dari penganggaran APBD,� cetus Ketua Fraksi Partai Amanah Nasional (PAN) DPRD Kota Mojokerto, Syaiful Arsyad, Jum�at (21/03/2014).

Penghadangan alokasi honor bagi DRD tak lepas dari kekecewaan kalangan legislatif terhadap langkah Walikota Mas�ud Yunus yang membentuk lembaga itu tanpa dikomunikasikan dengan mereka.

��Kita tidak pernah diajak ngomong bareng. Kok tiba-tiba ada lembaga itu,�� ungkap Ipung, sapaan Syaiful Arsyad.

Dia menambahkan, pembentukan DRD harusnya melalui kajian yang matang dan mempertimbangkan target capaian atas kinerja lembaga itu. ��Sebenarnya apa maksud atas pembentukan itu?,�� telisiknya.

Jika alasan Pemkot Mojokerto membentuk DRD untuk merumuskan visi misi wali kota, ujar anggota Komisi II ini, harusnya sudah mampu dikerjakan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Mulai dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) hingga pemberdayaan staf ahli.

Dikatakan Ipung, staf ahli memiliki tugas yang cukup penting dalam memberikan masukan atas berjalannya roda pemerintahan. ��Kalau institusi itu tidak maksimal, ya dimaksimalkan. Membentuk lembaga baru itu bukan solusi yang tepat,�� tandasnya.

Dia meminta, Walikota Mojokerto Mas�ud Yunus segera menarik kembali dan membatalkan keanggotaan DRD yang sudah mengantongi SK tersebut. Karena, tingkat kebutuhan atas lembaga itu masih sangat minim.

Seperti diberitakan, DRD besutan Walikota Mas�ud Yunus memicu pro dan kontra di kalangan pejabat Pemkot. Aroma menyengat, lembaga ini dibentuk sebagai bentuk �reward� untuk mantan tim sukses MY (sebutan pasangan Mas�ud Yunus � Yitno saat Pilwali).

Muncul nada sumbang, jika DRD itu dibentuk karena latah mengekor daerah lain atau agar era Walikota Mas�ud Yunus beda kemasan dengan era Walikota Abdul Gani Suhartono. �Kalau memang DRD itu urgen bagi Kota Mojokerto, kenapa baru sekarang. Bisa jadi karena latah meniru kota lain yang memiliki DRD,� sindir salah satu pejabat teras Pemkot Mojokerto.

Pun kompetensi awak DRD diragukan. �Orang-orang yang duduk di DRD itu kroni pemilik kebijakan, sebagian besar bukan pakar atau ilmuwan. Sehingga hasil kerjanya pun patut dipertanyakan,� tukasnya.

DRD Kota Mojokerto kali pertama muncul saat rapat penyusunan  RPJMD Kota Mojokerto tahun 2014 di ruang Nusantara Balai Kota setempat Kamis (27/02/2014).

Meski yang hadir Walikota Mas�ud Yunus, namun tampak hanya didampingi enam pimpinan satuan kerja . Selebihnya, perwakilan satuan kerja, setingkat kasubag. Tidak jelas latarbelakang ketidakhadiran sejumlah kepala satker untuk mengikuti agenda penting yang menentukan nasib daerah lima tahun ke depan itu. Sinyalemen yang berkembang, sikap antipati sejumlah kepala satuan kerja itu karena yang mengundang hadir adalah DRD, bukan Bappeko yang mestinya menjadi leading sektor penyusunan RPJMD.

Tidak hanya diwarnai absennya beberapa kepala satuan kerja, Wakil Walikota Suyitno dan Sekda Budwi Sunu juga tidak tampak dalam acara itu.
Sementara yang tampak hadir dalam rapat itu hanya Camat Megersari dan Camat Prajurit Kulon, Direktur RSUD, Kadisperindag, Kepala Bappeko dan kepala DPPKA.

Disebut-sebut, DRD diketuai Saifullah Barnawi, mantan ketua tim sukses MY. Juga Imam Sampoerno, pensiunan PNS Pemkot yang menjadi tim sukses MY. Selain itu, muncul nama Yasid Kohar, kerabat dekat Mas�ud Yunus yang pernah beberapa kali menjadi anggota DPRD Kabupaten Mojokerto. Selebihnya, dua orang akademisi asal Unair Surabaya. (one)