Tak Sabar, Terpaksa Manfaatkan Regulator dan Slang Bekas Las
Kapan regulator dan slang paket konversi mitan di Kota Mojokerto terealisasi belum ada kepastian. Namun warga Kelurahan Pulorejo Kecamatan Prajurit Kulon nekat berinisiatif mengoperasionalkan paket elpiji menggunakan regulator bekas dan slang bekas las. Bagaimana kondisinya?
MOCH CHARIRIS, Mojokerto
---
TIDAK tahu kapan PT Pertamina melalui surveyor akan menutupi kekukarangan program konversi berupa paket elpiji dalam bentuk slang dan regulator, warga Lingkungan Pulokulon, Kelurahan Pulorejo, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto rupanya tidak sabar menggunakan bantuan gratis dari pemerintah itu.
Salah satunya bekat menggunakan slang bekas las dan regulator bekas yang dibeli dengan harga jauh lebih murah. ''Saya belum mencoba, tapi pada saat kompor dihidupkan sepertinya bisa menyala dengan normal,'' kata Sriharti, kemarin.
Tidak ada yang spesial memang dalam pemasangan slang dan regulator bekas yang dibeli dengan harga Rp 20 ribu itu. Hanya, melihat keberadaan kompor dan tabung gas milik Sriharti yang ditaruh di dapur rumahnya sedikit ada perbedaan. Karena memanfaatkan slang bekas, slang yang dipasangkan antara tabung gas dan kompor elpiji seperti tidak ada masalah. Hanya warna dan panjangnya berbeda.
Bila slang peket kompor epiji berwarna terpantau baru, namun slang bekas las milik suami Sriharti, Amri berwarna kecokelatan. Bahkan sedikit kotor dan kusam. ''Kalau tidak salah panjangnya sekitar 2,5 meter," terang Franhuji Dewangga, tetangga sekaligus saudara Sriharti yang melihat uji coba penggunaan slang dan regulator bekas itu.
Kenekatan Sriharti dan suaminya memasang slang dan regulator bekas tak lain lantaran sampai saat ini warga tidak tahu kapan slang dan regulator akan didistribusikan oleh pihak surveyor Petrogas Jatim Utama (PJU). Sebab, untuk mengambil bantuan gratis dari pemerintah yang didapat pada dua minggu lalu, warga tidak mendapat kepastian.
''Kita tidak tahu kapan slang dan regulator itu dibagikan. Karena pada saat mengambil bantuan ini kita hanya dapat tabung dan kompor," keluh ibu dua anak ini. Kabar belum jelasnya slang dan regulator tentu saja membuat warga tak bisa berbuat banyak. Utamanya untuk menutupi kebutuhan rumah tangga seperti memasak.
Sebab, selain harga minyak tanah (mitan) kian mahal warga sepertinya kesulitan untuk mendapatkan. ''Di sini (Kelurahan Pulorejo, Red) ada subsidi sih. Tapi waktunya lima hari sekali. Itupun setiap warga dibatasi 5 liter," katanya sembari terus menatap kompor elpiji miliknya.
Untuk satu liter mitan, Sri Harti warga biasa membeli dengan diluar harga eceran tertinggi (HET). Yakni sebesar Rp 3.000 per liter. ''Padahal untuk tiga hari sekali kita butuh 10 liter. Kalau mengandalkan mitan rasanya tidak cukup," keluh Sriharti.
Dengan kondisi ekonomi yang serba ada, untuk sekedar menutupi kebutuhan memasak, dia mengaku tidak jarang harus menggunakan kayu bakar. Meski hanya mengandalkan kayu sisa dan ranting yang dikumpulkan dari pekarangan rumahnya, melainkan itu dirasa cukup membantu. ''Ya harus bagaimana lagi," ucap Sriharti pasrah.
Dia lantas menceritakan dari hasil pemasangan slang bekas las milik suaminya, dia belum sekali pun menggunakan gas elpiji tersebut. Bukan lantaran takut tetapi untuk memanfaatkan kreativitas baru itu dia harus menunggu suaminya. ''Karena baru kemarin dipasang. Tapi sampai sekarang kalau memasak saya masih menggunakan kompor gas," imbuhnya.
Hal yang sama juga disampaikan Franhuji Dewangga. Ide menggunakan slang bekas las oleh Amri dan Sriharti memang baru pertamakali dilakukan. Itu tak lain karena warga di lingkugan tempat tinggalnya seperti tak sabar menunggu kedatangan slang dan regulator.
''Kemarin kita tak boleh membeli slang dan regulator pada sales tapi bantuan itu belum juga datang. Harus bagaimana lagi," cetusnya. Dia menuturkan kekhawatiran akan masalah bahan bakar memasak oleh warga bertambah menyusul saat ini warga sangat membutuhkan.
Selain untuk memenuhi kebutuhan selama bulan Ramadan, 20 hari lagi warga sudah merayakan Lebaran. ''Makanya kalau seperti ini terus kami yang susah. Harapan kita ya secepatnya pihak surveyor segera menutupi kekurangan slang dan regulator. Ini kan program gratis dari pemerintah," imbuhnya.
Sementara itu, Isbul Khoirot perwakilan surveyor dari Petrogas Jatim Utama tidak menepis jika warga di Kecamatan Prajurit Kulon menerima paket konversi tanpa slang dan regulator. Namun, sampai kapan itu akan terjadi, PJU tidak bisa berbuat banyak. ''Kita belum bisa memastikan kapan bisa dipenuhi. Tapi kalau kekurangan itu sudah ada pasti akan kita distribusikan pada warga," ujarnya singkat.
Sumber : Jawa Pos