05.16
0
Mojokerto-(satujurnal.com)
Kerenggangan hubungan antara eksekutif dan legislatif di tubuh Pemerintahan Kabupaten Mojokerto kian melebar. Pengeprasan anggaran legislatif oleh eksekutif disebut-sebut jadi pemicu untuk menggulirkan hak angket.

Para wakil rakyat kini mulai menginventarisir sejumlah isu yang bisa diangkat. Isu tunjangan perumahan dewan dianggap kurang strategis dan memiliki dampak luas sebagai syarat utama mengajukan hak angket.

''Teman-teman mau mengangkat proyek LPJU (lampu penerangan jalan umum) 2012 untuk mengajukan hak angket,'' kata Senedi, anggota Komisi A, Senin (17/02/2014).

Politisi Hanura ini menuturkan, pada 2012 Pemkab Mojokerto mengalokasikan anggaran Rp 28 miliar untuk LPJU. Targetnya penerangan semua jalan perkampungan secara menyeluruh. 

''Untuk tiap dusun dialokasikan 10 titik,'' paparnya. Total yang dialokasikan lebih seribu dusun yang tersebar di 298 desa dan enam kelurahan. Proyek tersebut dibidik karena dua hal. ''Itu termasuk temuan BPK. Karena lampunya tidak standar. 'Coo (keaslian) lampu yang digunakan diragukan karena setelah ditelusuri produsennya tidak ada,'' ungkap Senedi.

Dan lagi, lanjut Senedi,  sampai sekarang ini masih banyak dusun yang belum menikmati proyek lampu tersebut. Padahal seluruh anggarannya sudah dilaporkan terserap habis pada 2012. ''Di kecamatan saya sendiri banyak dusun yang belum dapat,'' ungkap politisi asal Kecamatan Pungging ini.

Contohnya, ujar dia, di Desa Tempuran, ada empat dusun yang belum semua. "Di Desa Mojorejo juga belum semua, ada delapan dusun,'' paparnya.

Sebelumnya, dewan ingin menggunakan hak angket karena kecewa dengan ulah Bupati Mustofa Kamal Pasha yang dianggap mengerjai dewan habis-habisan. ''Ini sudah kelewatan,'' kata Mahfud Kurniawan Hidayat, wakil ketua Komisi D yang juga polititi PKS.

Tahun ini, bupatii mengepras anggaran DPRD dari Rp 19 miliar menjadi tinggal Rp 15 miliar. Tunjangan perumahan dewan yang tahun-tahun sebelumnya Rp 7,5 juta tahun ini juga dikepras tinggal Rp 4,9 juta.
Dewan mencurigai langkah sebagai upaya menjegal agar anggota dewan saat ini tidak terpilih dalam pileg April nanti karena minimnya 'amunisi'.

Hak angket itu sendiri merupakan hak dewan untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah termasuk dengan meminta keterangan langsung kepada bupati. Jika dalam hak angket itu dewan menemukan penyimpangan, maka mereka bisa menggelar sidang paripurna untuk merumuskan langkah yang akan diambil terhadap kepala daerah.(one)