Sonny Basuki Raharjo |
Mojokerto-(satujurnal.com)
Kian menyempitnya lahan pertanian di wilayah kota Mojokerto akibat pengalihfungsian tak pelak menyulut keprihatinan kalangan Dewan setempat.
Setidaknya seperti ditunjukkan Komisi IIDPRD Kota Mojokerto.
Dalam perhitungan Komisi yang membidangi perekonomian dan pembangunan tersebut, setiap tahun terjadi penyusutan lahan pertanian hingga 10 persen. Jika tidak ditangkal, dikhawatirkan lahan produktif itu akan hilang.
"Lahan usaha para petani kota harus diproteksi dari upaya pengalihfungsian. Idealnya melalui penerbitan perda lahan abadi," kata Sonny Basuki Raharjo, Sekretaris Komisi II, Senin (10/03/2014).
Dengan perda lahan abadi, menurut politisi PG tersebut, maka pengalihfungsian lahan pertanian tidak akan mudah terjadi. Sehingga, penyusutan yang mencapai angka 10 persen per tahun bisa direduksi.
"Jika selama ini pengalihfungsian menjadi hunian dan jalan terkesan mudah dilakukan, dengan perda lahan abadi hal demikian tidak akan terjadi lagi," imbuh Sonny.
Ia pun menandaskan jika Kota Mojokerto terancam tidak memiliki lahan pertanian. "Saat ini lahan pertanian yang tersisa hanya sekitar 600 hektar dan tegalan 40 hektar. Jumlah ini menyusut tajam dibanding empat lima tahun lalu," katanya.
Penyusutan ini sebagian besar terjadi karena alih fungsi lahan pertanian ke sektor nonpertanian, terutama ekspansi sektor industri ke lahan-lahan subur di sektor pertanian. "Sayangnya, Pemkot terkesan mendukung model yang demikian," katanya.
Ditandaskan Sonny, Pemkot tak boleh lagi membiarkan lahan petani semakin kecil oleh proses yang memiskinkan petani, yang akhirnya membuat mereka terpaksa menjual lahannya. "Sebab, itu berarti akan
mengantarkan petani semakin miskin karena ketiadaan lahan kerja serta membuat produksi pertanian merosot," tandasnya.
Langkah yang harus dilakukan untuk menyelamatkan sektor pertanian, ujar dia, adalah perbaikan kualitas tanah yang rusak akibat pupuk kimia. (one)