00.19
0
Cari Bahan, Nyebur ke Rawa

Kreativitas Eni Dwi Susanti dan adiknya, Lucky Fitriansari, warga Kelurahan/Kecamatan Mojosari, patut diacungi jempol. Benda-benda yang menurut kebanyakan orang tak berguna disulap menjadi kerajinan tangan yang layak jual.

ABI MUKHLISIN, Mojokerto


---

DARI luar, rumah Eni -panggilan akrab Eni Dwi Susanti- terlihat sepi. Tak ada tanda-tanda ak­tivitas penghu­ninya. Namun, melihat berbagai macam hasil ke­rajinan tangan yang terpajang rapi di lemari kaca, bisa ditebak bahwa penghuninya adalah perajin. ''Silakan masuk,'' ungkap Eni yang mendadak muncul dari dalam.

Setapak melangkah ke ruang tamu, mata langsung disuguhi seabrek hasil kerajinan tangan. Di antaranya, bros, tempelan kul­kas, gantungan handphone, dan gantungan baju. ''Kerajinan ini saya buat dengan adik saya, Lucky. Sekarang dia masih ada di Malang (kuliah),'' katanya.

Bros, misalnya, dibuat Eni dari bahan limbah dan biji-bijian. Di antaranya, biji melon, biji bunga matahari, dan kelobot (kulit ja­gung). Melihat hasil yang ada, pembuatannya tentu membutuhkan keterampilan dan ketelatenan. Setelah melalui proses, bahan-ba­han itu dirangkai hingga menjadi bros. ''Biji-bijian itu dilem. Begitu juga kelobotnya,'' katanya.

Agar terhindar dari tumbuhnya jamur, kelobot yang sudah dilumuri pewarna tekstil diberi air kapur barus. Kelobot itu kemudian dipotong kecil-kecil dengan bentuk bulat. ''Kami pilih kelobot yang bagus. Yaitu, kelobot ba­gian luar. Itu kan kaku,'' katanya sembari menunjukkan bahan yang dimaksud.

Perempuan kelahiran 24 Januari 1981 tersebut mencari kelobot-kelobot itu bersama adik tercintanya di sawah. Mereka juga sering mencari kelobot di sekitar petani yang sedang panen jagung. ''Kelobotnya kan dibuang. Saya pernah mencari di Pungging,'' katanya.

Kalau biji-bijian, lulusan psi­ko­logi Unmuh tersebut memesan ke­pada penjual es jus. Setelah biji-biji itu terkumpul, dia akan meng­ambilnya. Namun, dia me­rasa ke­sulitan mencari biji buah-buahan yang munculnya musiman. ''Se­lain biji melon, ada biji srikaya, sirsak, petai kering, dan sogok telek. Biji sogok telek paling sulit dicari. Itu hanya ada di Malang,'' katanya.

Tak hanya limbah dan biji-bijian, tumbuhan yang menarik dan dirasa bisa disulap menjadi kerajinan akan diburunya. Untuk itu, dia bersama adiknya pernah nyebur ke rawa-rawa di Surodinawan. ''Saya di sana mencari ini,'' ungkapnya seraya menunjukkan suatu jenis rumput.

Bahkan, bunga cemara tak luput dari perburuannya. Dia mencarinya di sepanjang jalan menuju Trawas. Bunga tersebut biasanya dimanfaatkan untuk membuat hiasan kotak hantaran. ''Saya juga membuat kotak hantaran. Kotak-kotak itu dihias,'' katanya.

Saat ini, dia sudah mendapat pesanan. Maklum, setelah Lebaran, bakal banyak pesta perkawinan. ''Kalau ramai, saya kerjakan bersama keluarga,'' katanya.

Dengan memanfaatkan sapu lidi dan serabut palem, dia juga membuat jepit rambut. Begitu pula dengan tikar pandan. Dia mampu menyulapnya menjadi kotak kecil tempat bolpoin. ''Kami terbilang masih baru. Semua saya mulai pada 28 Maret 2009. Pemasarannya, masih dari teman ke teman,'' ungkapnya tersenyum tanpa bisa menyebut omzet.

Untuk kotak hantaran, tak semuanya memanfaatkan bahan baru. Kertas-kertas yang dipakai juga hasil daur ulang. ''Daur ulang kertas biasanya dikerjakan Lucky,'' katanya.

Sumber : Jawa Pos