03.37
0
Ratusan pelajar Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Sooko, Kabupaten Mojokerto kemarin melakukan aksi unjuk rasa di halaman Gedung Depag Kabupaten Mojokerto Jl RA Basuni. Ratusan siswa-siswi ini merasa keberatan dengan berbagai pungutan yang dibebankan kepada mereka.

Para pelajar menganggap pungutan itu sebagai pungutan liar (liar) karena diputuskan sepihak oleh sekolah. Pungutan yang mereka tolak diantaranya uang infak masjid yang besarnya Rp 300 ribu per semester serta adanya denda hukuman bagi siswa yang terlambat masuk sebesar Rp 50 ribu.

Aksi yang digelar seluruh pelajar mulai kelas 1 hingga kelas 3 ini digelar sekitar pukul 06.30. Dengan membawa puluhan poster, para pelajar berkumpul di halaman sekolah dan enggan masuk ke dalam kelas. Bahkan, sebagian pelajar senior men-sweeping kelas dan mengajak teman-temannya terutama yang masih di kelas 1 mengikuti aksi demo. Di halaman sekolah, ratusan pelajar menggelar orasi satu per satu yang menuntut agar kepala sekolah mereka mundur dari jabatannya.

''Pak Hasan (Hasan Basyari, kepala MAN Sooko) sudah membuat peraturan yang sepihak. Kami merasa keberatan dengan pungutan yang disuruh kepala sekolah,'' ujar seorang siswi menyampaikan orasinya.

Merasa tidak puas dengan orasi di halaman sekolah, sebagian siswa kembali berunjuk rasa dengan mendatangi kantor Depag. Sementara siswa lainnya berkumpul di halaman sekolah untuk melakukan dialog dengan pihak sekolah.

Di Depag, mereka kembali dengan orasinya. Selama hampir 30 menit, para pelajar berorasi di depan Kantor Depag meminta agar pihak Depag mendengarkan aspirasi para pelajar. Suasana ketegangan sempat terjadi saat pegawai Depag berusaha mencegah puluhan pelajar yang berada di dalam aula merobek-robek poster yang mereka bawa serta menginjak-injak foto kepala sekolah mereka.

Pegawai Depag menganggap aksi para pelajar yang berusaha merobek poster akan mengotori lantai aula. Suasana akhirnya dapat reda saat sepuluh perwakilan siswa diterima Depag untuk melakukan dialog.

Aksi ini pun berlanjut di halaman sekolah mereka. Bahkan, beberapa siswa berunjuk rasa dengan menaikkan poster di tiang bendera. Aksi para murid akhirnya dapat ditenangkan oleh para guru.

M. Faisol, salah seorang perwakilan pelajar mengatakan, selama ini mereka merasa keberatan dengan adanya pungutan liar yang diterapkan pihak sekolah. ''Kami jelas-jelas keberatan dengan adanya denda Rp 30 ribu pada tahun lalu dan sekarang dinaikkan menjadi Rp 50 ribu. Selain itu, pungutan yang dilakukan kepala sekolah tidak jelas penggunaannya,'' ungkapnya.

Hal senada juga diungkapkan Wini Maharani, siswi lainnya. Pelajar kelas 3 IPA ini mengatakan, memang besar iuran untuk membayar masjid ditentukan antara kesepakatan orang tua murid dengan komite, tapi banyak dari orang tua yang tidak setuju. ''Saat rapat para orang tua terpaksa setuju, tapi setelah itu nggerundel (menggerutu, Red),'' ucapnya.

Umar, siswa lainnya mengatakan, pembangunan masjid yang merupakan dana infak seharusnya bersifat sukarela tanpa ada paksaan.

Sementara itu, Amir Sholahudin, kasi Mapenda Depag Kabupaten Mojokerto mengungkapkan, aksi yang dilakukan para pelajar ini hanyalah kesalahan komunikasi antara murid dan kepala sekolah.

''Kami langsung memfasilitasi kedua belah pihak untuk melakukan dialog. Jadi ini hanyalah miskomunikasi saja,'' terangnya.

Kepala MAN Sooko, Hasan Basyari mengungkapkan, setelah melakukan dialog antarsiswa dengan dirinya, Hasan akan mencabut peraturan adanya denda keterlambatan. ''Peraturan ini memang sudah lama diberlakukan. Tiga tahun lalu memang hanya Rp 25 ribu dan tahun lalu Rp 30 ribu. Kalau murid keberatan akan kami cabut tapi dengan konsekuensi pintu pagar akan ditutup rapat setelah bel masuk,'' ujarnya.

Tentang adanya pungutan senilai Rp 300 ribu setiap semester, Hasan mengatakan bahwa dia hanya menjalankan tugas keputusan antara komite sekolah dengan orang tua murid pada saat penerimaan rapor.

Pihak sekolah, menurutnya akan memberikan keringanan bagi siswa yang tidak mampu. ''Biaya yang dibebankan tidak sekaku yang mereka kira, mereka juga masih bisa menyicil biaya ini,'' ungkapnya.

Dikatakannya, dia memberikan waktu lima bulan bagi murid untuk mencicil. ''Mulai Agustus sampai Desember,'' ucapnya. Aksi yang dilakukan para murid ini juga mendapat pengawalan ketat dari pihak kepolisian.

(Sumber: Radar Mojokerto)