00.29
0
Pesantren Majmaal Bahrain, Pusat Pengembangan Thariqoh Shiddiqiyyah

KONTRIBUSI utama pesantren ini terhadap bangsa yang paling besar bisa jadi adalah keseriusannya mencetak kader-kader militan pembela tanah air. Lantaran kegigihannya ngugemi semangat nasionalisme sekaligus kebulatan tekad mereka untuk mengawal Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai suatu harga mati.

Tak heran jika mereka sangat geregetan dengan orang-orang yang anti dengan Pancasila maupun mencedarai kehidupan berbanga dan bernegara dengan cara apapun. ''Kiai selalu menekankan bahwa kita syahid jika sampai tewas saat membela bangsa dan negara,'' tegas Wadi Sutikno, salah satu pengajar di Pesantren Majmaal Bahrain.

Dalam setiap kesempatan menyampaikan pengajian baik kepada santri maupun pengikut thariqohnya, Kiai Muchtar juga senantiasa menanamkan nilai-nilai cinta tanah air. Baik saat mengisi pengajian khusus warga thariqoh Shiddiqiyyah tiap malam bulan purnama maupun pengajian umum saat peringatan hari besar Islam. Dan pengajian pada santri tingkat lanjut yang menempuh pendidikan Maqosidul Quran yang diasuh langsung Kiai Muchtar tiap pekan sekali.

Bahkan bagi warga thariqoh Shiddiqiyyah, cinta tanah air merupakan salah satu nilai yang harus benar-benar diamalkan. ''Untuk menjadi warga Thariqoh Shiddiqiyyah, ada delapan kesanggupan yang harus ditaati,'' ungkapnya. Yakni sanggup taat dan mengabdi pada Allah, Rosulullah, orang tua, pemerintah yang sah, negara yang didiami juga pada sesama manusia. Serta menghargai waktu dan mengamalkan ajaran thariqoh. ''Jika melanggar salah satu kesanggupan itu, berarti tidak lagi menjadi murid,'' tandasnya.

Bentuk cinta tanah air itu sendiri direalisasikan dalam beberapa hal. Diantaranya pendirian usaha yang memenuhi hajat hidup orang banyak semisal produksi air minum Maaqo. Juga pemberian santunan pada fakir miskin dan anak yatim serta warga kurang mampu lainnya. ''Selain memberi santunan, kita juga punya program memperbaiki rumah warga yang tidak layak,'' bebernya.

Bukan hanya itu, Kiai Muchtar juga senantiasa mengajak jamaahnya untuk berdoa demia nusa bangsa. ''Kiai selalu member isyarat setiap kali akan ada kejadian besar. Termasuk saat akan ada tsunami dan reformasi. Beliau selalu member sindiran dan mengajak berdoa. Kita sendiri seringkali baru sadar makna sindiran itu setelah peristiwa terjadi,'' terangnya.

Termasuk saat akan merebaknya flu babi, Kiai Muchtar juga mengajak warganya untuk memperbanyak doa tolak balak. Atau belakangan disebut dengan doa tolak flu babi.

Tekad Kiai Muchtar untuk menanamkan cinta tanah air pada santrinya terlihat dari ornamen-ornamen yang terdapat dalam pesantren. Pada beberapa bagian dinding pesantren, banyak tergores ajakan-ajakan ngugemi nasionalisme. Termasuk bunyi hadis: hubbul wathan minal iman (cinta tanah air sebagian dari iman, Red) yang terpampang besar di lapangan.

Di pesantren juga banyak monumen yang menguatkan nilai-nilai nasionalisme. Termasuk monumen Pancasila, burung garuda, sumpah pemuda, lagu kebangsaan Indonesia Raya bahkan wasiat terakhir WR Supratman.

Kiai Muchtar sendiri merupakan pejuang kemerdekaan yang pernah bergabung dengan Masyumi. Dia lahir pada 14 Oktober 1928 sehingga genap berusia. Dia masih segar bugar di usianya yang masuk 81 tahun. ''Sekarang ini jumlah santri ada 1.100 lebih,'' terang To'at, ketua Yayasan Pendidikan Shiddiqiyyah (YPS). Semua pendidikan di pesantren tersebut bernama Tarbiyah Hidzul Ghulam wal Banat (THGB) yang terdiri dari 12 kelas setara jenjang TK sampai SMA.

Sedangkan untuk jenjang perguruan tinggi bernama Maqosidul Quran. Semua kurikulum dan materi pelajaran disusun oleh Kiai Muchtar sendiri. Sampai saat ini, YPS telah terdapat di 19 provinsi dan dua di luar negeri yakni di Malaysia dan Singapura serta 116 kabupaten/kota dan 653 kecamatan.

Sumber : Jawa Pos